Sunday 28 September 2014

PENGERTIAN JIHAD FI SABILILLAH

Sebelum melanjutkan tarikh Nabi Muhammad SAW dengan riwayat peperangan-peperangan antara Nabi SAW dan kaum muslimin di satu pihak dengan kaum musyrikin dan kafirin di lain pihak, lebih dahulu kami ketengahkan tentang Jihad fi Sabilillah, agar supaya riwayat kehidupan Nabi SAW dan pengikut-pengikut beliau yakni kaum muslimin serta riwayat tersiarnya Islam di muka bumi ini tidak menimbulkan prasangka yang tidak baik yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, dan supaya tidak menjadi suatu senjata yang dapat digunakan oleh musuh-musuh Islam untuk mencela dan mencerca Islam dan Nabinya, dan agar jangan pula menjadi cerita-cerita yang meragukan bagi ummat Islam sendiri yang belum mengerti dan belum mendapat pengertian tentang tujuan Islam memerintahkan berjihad itu.

Adapun perkataan Jihad itu berasal dari bahasa Arab, dan menurut bahasa ialah : bersungguh-sungguh, berjuang, berperang, dsb. Dan perkatan jihad itu berasal dari perkataan jahd yang artinya usaha dengan sungguh-sungguh, atau juhd artinya kekuatan.
Dan menurut syari’at jihad ialah : Bersungguh-sungguh mencurahkan segenap kekuatannya untuk melawan orang-orang kafir atau musuh Islam, dan termasuk pula berjihad ialah berjihad terhadap nafsu, terhadap syaithan dan terhadap orang-orang pendurhaka.
Oleh sebab itu di dalam Islam jihad itu terdiri dari empat macam :
1.  jihad terhadap nafsu,
2.  jihad terhadap syaithan,
3.  jihad terhadap orang dhalim, dan ahli-ahli berbuat jahat serta ahli-ahli bid’ah (pengubah peraturan-peraturan agama Allah yang telah pasti),
4.  jihad terhadap kaum kafirin dan musyrikin.
Keempat macam jihad ini terkandung dalam firman Allah :
وَ جَاهِدُوْا فِى اللهِ حَقَّ جِهَادِه. الحج:78
Dan bejihadlah kamu dalam membela agama Allah dengan sungguh-sungguh jihad. [QS. Al-Hajj : 78]
اِنَّ الَّذِيْنَ امَنُوْا وَ الَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَ جَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ اُولئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَةَ اللهِ، وَ اللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ. البقرة:218
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang telah berhijrah, dan orang-orang yang berjihad di jalan (agama) Allah, mereka itu mengharap-harap rahmat Allah, dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Baqarah : 218]
Keterangan :
1. Jihad terhadap nafsu
Tentang jihad melawan nafsu ini tiap-tiap orang Islam wajib mengerjakannya. Menurut riwayat Nabi SAW bersabda :
اَفْضَلُ اْلجِهَادِ اَنْ يُجَاهِدَ الرَّجُلُ نَفْسَهُ وَ هَوَاهُ. ابن النجار
Seutama-utama jihad ialah orang yang memerangi hawa nafsu dan kemauannya. [HR. Imam Ibnu Najjar dari shahabat Abu Dzarr RA, dla'if].
اَفْضَلُ اْلجِهَادِ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِى ذَاتِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ. الطبرانى
Seutama-utama jihad ialah orang yang memerangi nafsunya sendiri dalam berbhakti kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Menang. [HR. Imam Thabrani dari shahabat Ibnu 'Amr RA, dla'if].
قَدِمْتُمْ خَيْرَ مَقْدَمٍ، قَدِمْتُمْ مِنَ اْلجِهَادِ اْلاَصْغَرِ اِلَى اْلجِهَادِ اْلاَكْبَرِ جِهَادُ اْلعَبْدِ هَرَاهُ. الامام الخاطب
Kamu sekalian telah datang pada sebaik-baik tempat, dan kamu telah datang dari perang yang lebih kecil menuju ke perang yang lebih besar, ialah perangnya seorang hamba melawan hawa nafsunya. [HR. Al-Khathib dari shahabat Jabir RA dan diriwayatkan pula oleh Baihaqi, dla'if].
Masih banyak lagi hadits-hadits yang serupa dengan hadits-hadits tersebut. Dan hadits-hadits itu dikuatkan oleh firman Allah :
وَ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا. وَ اِنَّ اللهَ لَمَعَ اْلمُحْسِنِيْنَ. العنكبوت:69
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan)-Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. [QS. Al-Ankabut : 69]
Adapun yang disebut berjihad (berperang) terhadap dirinya sendiri itu terdiri dari empat tingkatan :
Pertama, diri supaya rajin mempelajari kebenaran atau agama yang benar, yang berpokok atau berdasar dari Allah dan Rasul-Nya, dengan berkeyakinan bahwa dirinya tidak akan dapat berbahagia baik di dunia maupun di akhirat, jika tidak dengan mengikut kebenaran itu.
Kedua, diri supaya rajin dengan sekuat-kuatnya menjalankan kebenaran yang telah didapatnya dan dipelajarinya itu, karena kebenaran yang telah diperoleh itu tidak akan berguna jika tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Ketiga, diri supaya rajin menyerukan dan menyiarkan kebenaran itu kepada orang banyak yang belum mengetahuinya, sebab jika pengetahuan kebenaran itu tidak disiar-siarkannya, sudah tentu tidak akan berguna, lagi pula dirinya tidak akan terlepas dari siksa Tuhan.
Dan keempat, dalam menyerukan dan menyiar-nyiarkan kebenaran itu diri, harus berani menderita bermacam-macam kepayahan dan penderitaan dan harus berani menghadapi ancaman dan rintangan yang diperbuat oleh orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran itu.
2. Jihad terhadap syaithan
Tentang jihad yang kedua ini, tiap-tiap orang Islam juga wajib mengerjakannya, dan juga jihad inilah yang termasuk utama yang harus dikerjakan oleh orang-orang yang beriman kepada Allah. Oleh karena yang disebut jihad itu ialah “bersungguh-sungguh mencurahkan segenap kekuatan, maka jika ada musuh, wajiblah kita melawannya”. Padahal oleh Allah telah dinyatakan bahwa syaithan-syaithan itu adalah musuh kita, sebagaimana firman-Nya :
اِنَّ الشَّيْطنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا. الفاطر:6
Sesungguhnya syaithan itu musuh kamu sekalian, maka itu hendaklah kamu menjadikan dia itu musuh. [QS. Al-Fathir : 6]
اِنَّ الشَّيْطنَ كَانَ لِـْلاِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا. الاسراء:53
Sesungguhnya syaithan itu bagi manusia adalah musuh yang nyata. [QS. Al-Israa' : 53]
Dengan kedua ayat firman Allah ini, teranglah bahwa syaithan itu musuh bagi manusia. Oleh sebab itu Allah memerintahkan kepada manusia supaya memusuhi syaithan. Oleh karena syaithan itu musuh manusia terutama bagi ummat Islam, maka wajiblah kita ummat Islam memeranginya.
Adapun jihad kepada syaithan itu ada dua macam.
Pertama, memerangi segala tipu muslihat seseorang yang menimbulkan keragu-raguan dalam kepercayaan (iman).
Kedua, memerangi segala apa yang dijatuhkan atas diri seseorang dari kemauan dan keinginan yang melampaui batas yang telah ditetapkan oleh Allah. Memerangi syaithan macam yang pertama itu akan menumbuhkan kepercayaan yang seyakin-yakinnya, dan memerangi syaithan yang kedua itu akan menyebabkan sifat tahan uji dan berani melawan bermacam-macam keinginan yang akan menyesatkan dan menyengsarakan.
3. Jihad terhadap orang dhalim, ahli kejahatan dan ahli bid’ah
Jihad yang ketiga ini, jihad terhadap orang dhalim, ahli kejahatan dan ahli bid’ah, wajib pula dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam.
Jadi, orang Islam atau orang yang telah beriman, selain berjihad terhadap hawa nafsunya sendiri dan terhadap syaithan, wajib pula ia berjihad terhadap orang dhalim, ahli kejahatan dan ahli bid’ah tersebut.
Dan jihad ini dalam Islam terbagi atas tiga tingkatan :
Pertama, memerangi dengan tangan atau anggota tubuh lainnya.
Kedua, jika tidak kuasa memerangi dengan tangan, wajiblah memerangi dengan lisan atau yang semisalnya.
Dan ketiga, jika tidak kuasa pula memerangi dengan lisan, wajiblah memerangi dengan hati. Sabda Nabi SAW :
مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللهُ فِى اُمَّتِهِ قَبْلِى اِلاَّ كَانَ لَهُ حَوَارِيُّوْنَ وَ اَصْحَابٌ يَأْخُذُوْنَ بِسُنَّتِهِ وَ يَقْتَدُوْنَ بِاَمْرِهِ. و فى رواية يَهْتَدُوْنَ بِهَدْيِهِ وَ يَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِهِ. ثُمَّ اِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوْفٌ يَقُوْلُوْنَ مَا لاَ يَفْعَلُوْنَ وَ يَفْعَلُوْنَ مَا لاَ يُؤْمَرُوْنَ. فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَ مَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ. وَ مَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ. وَ لَيْسَ وَرَاءَ ذلِكَ مِنَ اْلاِيْمَانِ حَبَّةَ خَرْدَلٍ. احمد و مسلم
Tidaklah dari seorang Nabi yang Allah telah membangkitkannya (mengutusnya) pada ummatnya sebelumku, melainkan ada baginya pembantu-pembantu yang setia dan sahabat-sahabat yang mengambil sunnahnya, serta mengikut petunjuknya. Dalam riwayat lain, “Mengikut petunjuknya dan mengerjakan sunnahnya”. Kemudian bahwasannya sesudah mereka itu, ada beberapa orang pengganti, yang mereka itu orang-orang yang mengatakan apa-apa yang tidak mereka kerjakan dan mengerjakan apa-apa yang tidak diperintahkan. Maka dari itu barangsiapa yang berjihad (memerangi) terhadap mereka dengan tangannya, ia seorang yang beriman. Barangsiapa berjihad terhadap mereka itu dengan lisannya, ia seorang beriman. Barangsiapa berjihad terhadap mereka itu dengan hatinya, maka ia seorang beriman. Dan tidak ada dari selain demikian itu dari iman meskipun sebesar biji sawi. [HR Imam Ahmad dan Muslim dari sahabat Ibnu Mas'ud RA].
Dan juga hadits Nabi SAW :
اَفْضَلُ اْلجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ. ابن ماجه
Seutama-utama jihad ialah perkataan yang benar di hadapan raja yang dhalim”. [HR. Ibnu Majah dari sahabat Abu Sa'id].
Hadits yang pertama itu berarti bahwa seorang mukmin apabila melihat atau mengetahui seseorang yang mengatakan apa-apa yang tidak ia kerjakan dan mengerjakan apa-apa yang tidak diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya, maka dia wajib memeranginya dengan tangannya. Dan jika dia tidak kuasa memeranginya dengan tangannya, maka wajiblah dia memeranginya dengan lisannya. Dan jika dia tidak kuasa memeranginya dengan lisannya, wajiblah dia memeranginya dengan hatinya. Orang yang berani berjihad dengan hati ini adalah termasuk dari orang yang beriman, dan jika dengan hati saja ia sudah tidak kuasa berjihad, maka ia bukan termasuk orang yang beriman.
Adapun hadits kedua itu berarti bahwa orang Islam yang berani mengatakan dengan terus terang hal-hal yang benar menurut hukum-hukum Allah dan rasul-Nya dihadapan raja (penguasa) yang durhaka atau berbuat aniaya, maka ia adalah seorang yang telah berjihad dengan semulia-mulia jihad.
Namun seseorang tidak akan dapat berjihad (memerangi) kepala-kepala pendurhaka dan penganiaya, pelopor-pelopor kejahatan dan kemungkaran, kepala-kepala ahli bid’ah dan pengubah agama Allah yang suci, jika sebelumnya ia tidak mengetahui mana yang baik dan benar serta mana yang jahat, mana yang menurut sunnah dan mana yang menyalahi agama Allah.
4. Jihad terhadap kaum Musyrikin dan Kafirin
Jihad yang keempat ini, ialah jihad terhadap orang-orang yang menyekutukan Tuhan (musyrikin) dan orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan (kafirin), tiap-tiap orang Islam wajib mengerjakannya.
Dan jihad ini di dalam Islam terbagi atas empat tingkatan :
Pertama, mengerjakan jihad itu dengan tangan atau anggota tubuh lainnya.
Kedua, jika tidak kuasa dengan tangan atau yang semisalnya wajib mengerjakannya dengan lisan.
Ketiga, jika tidak kuasa pula dengan lisan, wajib mengerjakannya dengan harta-benda atau yang serupa dengan harta benda.
Dan keempat, jika tidak kuasa pula dengan harta benda, wajiblah mengerjakannya dengan hati.
Keterangan ini berdasar atas hadits-hadits Nabi SAW :
جَاهِدُوْا اْلمُشْرِكِيْنَ بِاَمْوَالِكُمْ وَ اَيْدِيْكُمْ وَ اَلْسِنَتِكُمْ. احمد و ابو داود و النسائى
Berjihadlah kamu terhadap orang-orang musyrik, dengan harta benda, tangan dan lisanmu. [HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasa'i dari shahabat Anas RA].
Dan hadits itu dikuatkan oleh beberapa ayat firman Allah yang antara lain bunyinya :
وَ جَاهِدُوْا بِاَمْوَالِكُمْ وَ اَنْفُسِكُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ. التوبة:41
Dan berjihadlah kamu dengan harta benda dan jiwamu di jalan (agama) Allah. [QS. At-Taubah : 41]
Menurut Islam, kita tidak diperkenankan berjihad terhadap kaum musyrikin dan kaum kafirin itu, jika kita belum berseru atau mengajak kepada kedua golongan itu supaya mengikut Islam dan beriman. Maka bilamana sesudah mereka diberi seruan dan diajak demikian dengan diberi penjelasan-penjelasan sebagaimana mestinya mereka menolaknya dengan kekerasan atau merintangi seruan Islam dan gerakan kaum muslimin, maka barulah mereka itu diperangi. Keterangan ini berdasar atas hadits-hadits Nabi SAW :
لاَ تُقَاتِلْهُمْ حَتَّى تَدْعُوْهُمْ اِلَى اْلاِسْلاَمِ. احمد و ابو داود و الترمذى
Janganlah kamu memerangi mereka itu sehingga kamu sudah menyeru mereka kepada Islam. [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dari sahabat Farwah bin Musaik RA].
مَا قَاتَلَ رَسُوْلُ اللهِ ص قَوْمًا قَطُّ اِلاَّ دَعَاهُمْ. احمد و الحاكم
Rasulullah SAW tidak pernah memerangi sesuatu kaum melainkan sesudah beliau berseru (berda’wah) kepada mereka lebih dahulu. [HR. Ahmad dan Hakim dari sahabat Ibnu 'Abbas RA].
Dari hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa kaum muslimin tidaklah diperkenankan memerangi kaum musyrikin/kafirin tersebut, kecuali sesudah berda’wah lebih dulu kepada mereka.
Jadi “jihad fi sabilillah” (berperang membela agama Allah) itu bagi tiap-tiap orang Islam berkewajiban mengerjakannya. Adapun yang dimaksud dengan “berperang” itu sudah tentu memerangi orang-orang yang menyekutukan Allah dan orang-orang yang tidak percaya kepada Allah dan yang terang-terangan memusuhi Islam.
Demikianlah singkatnya penjelasan tentang jihad yang diperintahkan oleh Islam kepada kaum muslimin, dan yang demikian itulah jihad yang dijalankan dan dilaksanakan oleh Nabi SAW serta kaum muslimin pada masa itu.
Dari penjelasan di atas, mengertilah kita bahwa jihad itu bukan hanya berperang di medan pertempuran saja, tetapi lebih luas lagi. Untuk melengkapi keterangan tersebut baiklah kita perhatikan penjelasan Syaikh Thanthawi Jauhari di dalam kitabnya “Al-Qur’an wal ‘Ulumul ‘Ashriyah” sebagai berikut : Orang-orang yang kurang mengerti banyak yang menyangka bahwa jihad itu tidak lain hanyalah berperang melawan orang-orang kafir belaka. Sekali-kali tidak begitu ! Sebagaimana para ulama ahli hukum agama yang benar-benar mengerti telah menetapkan bahwa jihad itu tidaklah terbatas berperang melawan musuh belaka, tetapi mengandung arti, maksud dan tujuan yang sangat luas. Memajukan pertukangan, kerajinan, pertanian, membangun negara, mengusahakan ketinggian akhlaq dan memuliakan serta meninggikan derajat suatu ummat, itu semuanya termasuk jihad juga yang tidak kurang pentingnya daripada orang-orang yang mengangkat senjata melawan musuh”.
Lebih lanjut beliau berkata : “Sesungguhnya barisan bala tentara yang berhadap-hadapan dengan musuh tidak akan kuat dan kuasa bertahan di atas kedudukannya kecuali di belakang mereka itu ada pemerintahan yang teratur rapi, yang mempunyai pabrik-pabrik senjata secara lengkap, mempunyai persediaan makanan yang cukup untuk dikirim ke medan peperangan. Maka dari itu barangsiapa yang menyangka bahwa kaum petani yang mengolah sawah ladangnya yang berusaha mengeluarkan segala apa yang ada, tukang-tukang besi dan pembuat-pembuat senjata dan alat-alat pengangkutan serta tukang-tukang kayu yang melengkapi alat-alat itu dan pembuat makanan untuk persediaan makanan bala tentara itu lebih rendah dan lebih sedikit pahalanya daripada bala tentara yang berjuang dan bertempur di medan pertempuran, maka ia adalah orang yang sangat bodoh tentang urusan agama dan tersesatlah pendapatnya itu, dan dia adalah orang yang lalai tentang Islam yang sebenarnya”. Dan Nabi Muhammad SAW sendiri tatkala kembali dari salah satu peperangan telah bersabda, “Kita telah kembali dari perang yang kecil menuju perang yang lebih besar, ialah perang terhadap hawa nafsu”.
Apakah hal itu bukan suatu petunjuk bagi kaum muslimin bahwa berperang melawan hawa nafsu itu lebih tinggi derajatnya daripada memerangi musuh (orang-orang kafir) ?
Adapun berperang melawan hawa nafsu ialah meninggalkan sifat dan kebiasaan malas, berusaha mengerjakan pembangunan-pembangunan, meninggikan derajat ummat, menjelajahi bumi untuk menuntut pengetahuan, mendidik ketinggian akhlaq dan sebagainya. Maka dari itu, orang yang mendidik dirinya sendiri supaya baik dan benar itu termasuk mujahid (orang yang berperang, berjihad) berusaha menjalankan pembangunan-pembangunan itu juga berjihad di muka bumi untuk mengetahui hal-hal yang berguna bagi kaum muslimin itu juga berjihad, dan orang alim yang ilmunya berguna bagi kaum muslimin, itupun berjihad pula.
Disamping uraian tersebut, di bawah ini kami kutipkan lagi satu riwayat dari Nabi SAW yang menunjukkan bahwa arti jihad itu tidak hanya berperang saja :
عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ رض قَالَ: مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ ص رَجُلٌ فَرَأَى اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص مِنْ جَلَدِهِ وَ نَشَاطِهِ. فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ لَوْ كَانَ هذَا فِى سَبِيْلِ اللهِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَ اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى اَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيْرَيْنِ فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَ اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ، وَ اِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى رِيَاءً وَ مُفَاخَرَةً فَهُوَ فِى سَبِيْلِ الشَّيْطَانِ. الطبرانى
Dari Ka’b bin ‘Ujrah RA, ia berkata : Telah berlalu seorang laki-laki di hadapan Nabi SAW, lalu para shahabat Rasulullah SAW setelah melihat kekuatan dan ketangkasan orang itu mereka berkata, “Alangkah baik dan hebatnya jika orang ini ikut berjihad di jalan Allah”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Jika ia keluar berusaha untuk anaknya yang masih kecil-kecil, maka ia di jalan Allah. Jika ia keluar berusaha untuk keperluan kedua orang tuanya yang sudah lanjut, maka ia di jalan Allah. Jika ia keluar berusaha untuk dirinya agar terpelihara kehormatannya, maka ia di jalan Allah. Dan jika ia keluar berusaha karena riya’ dan bermegah diri, maka ia di jalan syaithan”. [HR. Thabrani dengan rijal shahih]
Dengan hadits ini makin bertambah jelaslah bahwa arti jihad menurut Islam itu sangat luas sekali.
Islam Disebarkan Bukan Dengan Paksaan.
Orang yang mengatakan bahwasanya Islam itu tersiarnya dengan pedang atau dengan peperangan, itu adalah tuduhan yang membabi buta dan berasal dari orang yang tidak mengenal kebenaran.
Dakwaan atau tuduhan semacam itu, mula-mula timbul dari orang-orang yang berniat memusuhi Islam dan dengki kepada Nabi Muhammad SAW dan berniat hendak memadamkan cahaya Islam dan semangat Al-Qur’an. Akhirnya tuduhan itu terbit juga dari orang-orang yang sama sekali belum mengerti tentang agama Islam yang sebenarnya.
Kita mengerti betapa perjuangan Nabi SAW dan pengikutnya sejak hari terutusnya sampai hijrah ke Madinah, dan hingga saat beliau menerima wahyu yang memerintahkan berperang terhadap kaum kafirin, musyrikin dan munafiqin. Dan bagaimana riwayat kaum Quraisy dan lain-lainnya yang kemudian menjadi pengikut-pengikut beliau, betulkah mereka itu mengikut karena dipaksa oleh Nabi SAW ?
Selama kurang lebih 13 tahun lamanya Nabi SAW berdakwah di kota Makkah, beliau memulai seruannya itu kepada keluarganya, kepada saudara-saudaranya, kepada kaum kerabatnya dan akhirnya kepada segenap manusia dari segala bangsa dan dari segala lapisan, dan yang diserukan oleh Nabi SAW adalah perkara-perkara yang dapat dipikirkan dengan pikiran yang sehat. Akan tetapi, selama itu orang-orang musyriklah yang lebih dulu mencaci maki dengan perkataan-perkataan yang kotor, mencela dengan suara-suara yang keji, mendustakan dengan perkataan-perkataan yang melampaui batas kesopanan, melakukan perbuatan-perbuatan kejam yang benar-benar telah melampaui batas-batas perikemanusiaan sehingga menewaskan jiwa orang-orang yang tidak bersalah.
Kitab-kitab tarikh yang besar-besar cukup menjadi saksi yang sebenarnya, siapakah yang melakukan semua perbuatan tersebut, tidak lain dan tidak bukan ialah orang-orang yang membabi buta, yang tidak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yaitu mereka kaum musyrikin dan kaum kafirin.
Sekalipun begitu, Nabi SAW selama itu tetap berdakwah dengan cara yang baik dan lemah lembut, dan tetap senang bertukar pikiran dengan cara-cara yang sewajarnya yang bersifat mencari dan menuntut kebenaran, dan tidak pernah beliau memaksa supaya memeluk Islam, baik secara halus maupun secara kasar. Maka orang-orang yang mengikut seruan beliau, mereka masuk Islam dengan tulus ikhlash, bukan karena dipaksa, tetapi karena hati mereka terbuka untuk menerima dan mengikut kebenaran. Akan tetapi mereka ini menghadapi bermacam-macam rintangan dan halangan, mengalami berbagai kekejaman dan penindasan yang diperbuat oleh mereka yang tidak mau menerima kebenaran. Namun ketika mengadukan halnya kepada Nabi SAW beliau bersabda :
اِصْبِرُوْا فَاِنِّى لَمْ اُوْمَرْ بِاْلقِتَالِ.
Shabarlah kamu sekalian, karena sesungguhnya aku belum diperintah untuk berperang.
Dengan uraian diatas jelaslah bahwa adanya peperangan yang dilakukan oleh Nabi SAW dan kaum muslimin pada masa itu dan peperangan-peperangan lainnya di dalam Islam, sekali-kali bukanlah untuk memaksa kaum musyrikin dan kafirin supaya mengikut Islam.
Bahkan di dalam Islam tidak ada paksaan supaya orang memeluk Islam, dan terutusnya Nabi SAW sekali-kali bukanlah diperintahkan untuk memaksa orang supaya memeluk Islam. Allah mengutus Nabi SAW itu supaya menyeru manusia untuk menyembah Allah, dan menerangkan mana yang benar dan mana yang salah, dan memberi contoh dengan perbuatan yang baik sebagaimana telah dinyatakan Allah dalam firman-Nya :
لاَ إِكْرَاهَ فِى الدّيْنِ، قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ اْلغَيّ. البقرة:256
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. [QS. Al-Baqarah : 256]
فَذَكّرْ، اِنَّمَآ اَنْتَ مُذَكّرٌ، لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ. الغاشية:21-22
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan, bukanlah kamu orang yang berkuasa atas mereka. [QS. Al-Ghaasyiyah : 21-22]
فَاِنْ اَعْرَضُوْا فَمَا اَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيْظًا، اِنْ عَلَيْكَ اِلاَّ اْلبَلاَغُ. الشورى:48
Maka jika mereka berpaling, maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). [QS. Asy-Syuuraa : 48]
وَ اِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا عَلَيْكَ اْلبَلاَغُ. ال عمران:20
Dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). [QS. Ali Imran : 20]
مَا عَلَى الرَّسُوْلِ اِلاَّ اْلبَلغُ، وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَ مَا تَكْتُمُوْنَ. المائدة:99
Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan. [QS. Al-Maidah : 99]
فَاِنَّمَا عَلَيْكَ اْلبَلغُ وَ عَلَيْنَا اْلحِسَابُ. الرعد:40
Sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. [QS. Ar-Ra'd : 40]
فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ اِلاَّ اْلبَلغُ اْلمُبِيْنُ. النحل:35
Maka tidak ada kewajiban atas para rasul selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. [QS. An-Nahl : 35]
قُلْ اَطِيْعُوا اللهَ وَ اَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ، فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمّلَ وَ عَلَيْكُمْ مَّا حُمّلْتُمْ، وَ اِنْ تُطِيْعُوْهُ تَهْتَدُوْا، وَ مَا عَلَى الرَّسُوْلِ اِلاَّ اْلبَلغُ اْلمُبِيْنُ. النور:54
Katakanlah, “Thaatlah kepada Allah dan thaatlah kepada Rasul. Dan jika kalian berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu semua adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu thaat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. [QS. An-Nuur : 54]
Demikianlah ayat-ayat yang termaktub dalam Al-Qur’an, dan hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang bermaksud menuntut kebenaran.
2. Tujuan berjihad (berperang).
Di dalam Islam ada perintah supaya berjihad fi sabilillah, tetapi jihad itu bukan untuk memaksa manusia supaya memeluk Islam, dan bukan pula untuk melebarkan daerah kekuasaan Islam, akan tetapi semata-mata untuk mempertahankan diri, melindungi ummat Islam dalam mengerjakan agamanya dan untuk melawan dan menahan serangan musuh yang nyata-nyata hendak memadamkan cahaya Islam.
Dapat dipikirkan lebih jauh, betapa akibatnya memaksa orang lain dengan senjata supaya memeluk suatu agama. Sedangkan agama itu adalah suatu kepercayaan yang timbul dari perasaan yang halus lagi suci. Jika seseorang mengikut suatu agama karena dipaksa, baik paksaan secara halus atau secara kasar, sudah barang tentu ia tidak akan rela mengorbankan dirinya untuk agama yang dipeluknya, dan jika sewaktu-waktu menghadapi suatu ancaman, rintangan atau halangan yang membahayakan dirinya, besar kemungkinannya ia akan melepaskan diri dari agama yang diikutnya.
Padahal sejarah membuktikan bahwa orang-orang yang mengikut seruan Nabi SAW atau memeluk Islam pada masa itu mereka diperlakukan dengan sewenang-wenang, disiksa dan bahkan ada juga yang dibunuh oleh orang-orang kafir. Dan sekalipun begitu namun mereka itu tetap mengikut Islam. Dengan demikian jelaslah bahwa maksud jihad (berperang) dalam Islam itu bukanlah sekali-kali untuk memaksa orang supaya memeluk Islam.
Pendek kata, orang yang mau membaca dan memeriksa riwayat-riwayat Islam yang sesungguhnya, riwayat perjuangan Nabi SAW yang disusun oleh orang-orang yang mengabdi kepada kebenaran, kemudian riwayat-riwayat turunnya wahyu Allah yang memerintahkan kepada Nabi SAW supaya berjihad, lagi pula penyelidikan itu disertai kejujuran dan pikiran yang sehat, maka ia akan mengetahui maksud Islam yang sesungguhnya dalam perintah berjihad atau berperang. Bahkan, walaupun kaum muslimin mengalami bermacam-macam ancaman, rintangan, berbagai siksaan, penganiayaan dan penderitaan yang dilakukan oleh kaum musyrikin dan kafirin, beliau tetap diperintah Allah untuk bershabar sebagaimana firman-Nya :
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ اُولُوا اْلعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَ لاَ تَسْتَعْجِلْ لَّهُمْ. الاحقاف:35
Maka bershabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bershabar, dan janganlah kamu meminta disegerakan (adzab) bagi mereka. [QS. Al-Ahqaf : 35]
Kemudian setelah Nabi SAW dan kaum muslimin berhijrah ke Madinah, dan belum lama beliau tinggal di sana, musuh-musuh Islam bertambah besar. Kalau semula Islam menghadapi musuh satu golongan, maka kaum muslimin di Madinah menghadapi dua golongan musuh, yaitu kaum Yahudi di Madinah dan kaum munafiqin.
Cara kaum Yahudi memusuhi Islam adalah kasar, sedang cara kaum munafiqin adalah halus. Yakni, kaum Yahudi dengan terang-terangan, dan kaum munafiqin secara sembunyi-sembunyi.
Walaupun antara kaum Yahudi Madinah dan kaum muslimin telah mengadakan perjanjian tidak saling mengganggu dan sebagainya, tetapi ternyata perjanjian itu tidak diindahkan oleh kaum Yahudi. Bahkan kebanyakan dari kepala-kepala kaum Yahudi selalu mengusik, merendahkan, menghina, mengejek dan sebagainya terhadap Islam, Nabi SAW serta kaum muslimin.
Adapun kaum munafiqin, pada lahirnya mereka bersikap sebagai kawan, tetapi pada haqiqatnya mereka lebih berbahaya daripada kaum musyrikin dan kaum Yahudi. Oleh karena mereka itu telah nyata memusuhi Islam dan mengatur langkah hendak mengalahkan kaum muslimin, maka Nabi SAW dan kaum muslimin bersikap waspada terhadap sepak terjang mereka.
Kemudian secara diam-diam kaum Yahudi Madinah bermain mata dengan kaum musyrikin Quraisy di Makkah, musuh Islam yang pertama. Mereka kedua belah pihak saling mengadakan perjanjian dan persekutuan untuk meruntuhkan Islam. Oleh karena itu musuh kaum muslimin bertambah menjadi tiga golongan : 1. kaum musyrikin di Makkah, 2. kaum Yahudi di Madinah, dan 3. kaum munafiqin di Madinah. Kaum munafiqin berpura-pura mengikut seruan Nabi SAW dan bersikap sebagai kawan kaum muslimin. Tetapi dalam hati mereka itu sebagai pembela kaum Yahudi dan lawan kaum muslimin.
Setelah ketiga golongan itu saling mengadakan perjanjian dan persekutuan, lalu secara diam-diam mereka mempersiapkan perlengkapan senjata untuk menyerang kaum muslimin, dengan jalan mengepung dan menyerbu kota Madinah untuk membinasakan kaum muslimin beserta Nabinya

No comments:

Post a Comment